Jakarta, AwakBerita.com — Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), I Dewa Gede Palguna, memberi lampu hijau kepada Hakim MK, Arsul Sani, untuk menggunakan hak jawab di media terkait tudingan ijazah palsu yang saat ini tengah menggelinding di publik. Pernyataan ini muncul di tengah tekanan publik yang semakin menguat. Terhadap integritas seorang hakim konstitusi yang memegang peran penting dalam sistem peradilan tertinggi Indonesia.
- Tuduhan Ijazah Palsu
Aliansi Masyarakat Pemerhati Konstitusi telah melaporkan Arsul Sani ke Bareskrim Polri atas dugaan penggunaan ijazah doktor yang tidak sah dari Collegium Humanum – Warsaw Management University, Polandia. - Kepentingan Publik dan Integritas MK
Gelar doktor menjadi sorotan karena anggap sebagai salah satu syarat akademik penting untuk hakim MK. Jika ijazah terbukti bermasalah, hal tersebut berpotensi mencederai citra lembaga konstitusi yang seharusnya menjunjung tinggi integritas. - Aksi Publik dan Desakan Mundur
Ada aksi unjuk rasa yang menuntut Arsul mundur dari jabatannya sebagai hakim MK karena dugaan ijazah ilegal.
Sikap MKMK: Hak Jawab Terbuka, Namun Ada Batas
Ketua MKMK, I Dewa Gede Palguna, menegaskan bahwa Arsul Sani memang. Memiliki hak jawab untuk menyampaikan klarifikasi ke media, selama pernyataan tersebut masih dalam konteks pemberitaan yang menyangkut aspek personal dan akademik dirinya.
Namun, Palguna mengingatkan agar tidak melebar di luar hal-hal yang terkait langsung dengan tuduhan:
“Yang larang jika beliau berkomentar hal-hal di luar itu.”
Dengan kata lain, MKMK tidak menutup ruang bagi Arsul untuk bicara. Tetapi menetapkan batas agar klarifikasi tetap fokus dan tidak menimbulkan polemik baru yang tidak relevan.
Perspektif Etika dan Hukum
- Etika Hakim
Sebagai hakim konstitusi, Arsul terikat pada kode etik yang sangat ketat. MKMK sebagai majelis kehormatan memiliki peran untuk menyeimbangkan antara hak individu (hak jawab) dan kewajiban menjaga marwah lembaga. - Hak Pers
Palguna merujuk pada UU Pers dalam memperbolehkan Arsul menyatakan klarifikasi melalui media. Hal ini menunjukkan bahwa MKMK menghargai kebebasan pers dan hak jawab sebagai bagian dari mekanisme publik yang sehat. - Proses Hukum
Laporan ke Bareskrim menunjukkan bahwa polemik ijazah ini bukan sekadar masalah reputasi, tetapi berpotensi memasuki ranah pidana (pemalsuan dokumen) jika terbukti.
Implikasi Bagi MK dan Kepercayaan Publik
- Citra Lembaga
MK adalah lembaga tinggi yang sangat bergantung pada kepercayaan publik. Isu ijazah seperti ini bisa menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap netralitas dan integritas hakim konstitusi. - Preseden untuk Transparansi
Dengan memberikan ruang kepada Arsul untuk bicara, MKMK menunjukkan bahwa lembaga kehormatan tidak menutup diri terhadap pertanyaan publik, yang bisa menjadi preseden penting dalam konteks transparansi. - Tegakan Akuntabilitas
Jika setelah klarifikasi dan penyelidikan terbukti tidak ada pelanggaran, hal ini bisa menguatkan mekanisme akuntabilitas internal MK. Sebaliknya, jika ada pelanggaran, lembaga MKMK dan aparat hukum harus bertindak tegas agar integritas institusi tidak tergerus.
Tantangan dan Rekomendasi
- Tantangan Komunikasi
Arsul perlu menyampaikan klarifikasi yang jelas, transparan, dan berbasis fakta agar publik tidak menafsirkan pernyataannya sebagai “menghindar” atau “melemahkan tuduhan”. - Pemeriksaan Independen
Selain MKMK, mungkin perlukan audit akademik independen terhadap ijazah Arsul Sani untuk menjaga kredibilitas proses dan hasilnya bisa terima publik luas. - Perlindungan terhadap Hak Jawab
MKMK harus memastikan bahwa hak jawab benar-benar dapat jalankan tanpa hambatan, tetapi tetap dalam batasan yang relevan dengan tuduhan. - Edukasi Publik
Masyarakat perlu memahami mekanisme etik di MK, peran MKMK, dan batasan hak jawab agar diskursus publik tidak hanya bersifat emosional tapi berbasis pemahaman konstitusional.
Pernyataan MKMK yang mempersilakan Arsul Sani memberikan hak jawab di media adalah langkah penting dalam menjaga. Keseimbangan antara transparansi publik dan integritas internal lembaga. Namun, tantangan besar tetap ada: bagaimana klarifikasi tersebut sampaikan. Bagaimana proses penyelidikan berjalan, dan apakah hasilnya bisa memulihkan kepercayaan publik pada MK. Isu ini tidak hanya soal satu individu, tetapi soal kredibilitas lembaga konstitusi di mata warga negara.